Pada zaman Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat sekitar abad ke 4 M, hiduplah seorang biksu yang bernama Inana Badra. Setelah Kerajaan Tarumanegara mengalami keruntuhan, Inana Badra kemudian melakukan perjalanan spiritual, ia berjalan ke arah Jawa Tengah, hingga akhirnya sampailah di gunung Srandil Cilacap. Di Gunung Srandil, ia berdiam sebagai seorang biksu yang hidup dengan pernuh penghayatan spiritual dan kebatinan. Ketika di Gunung Srandil inilah, Biksu ini melihat ada sebuah gunung kecil yang bercahaya, dan dikelilingi oleh beberapa gunung besar yang letaknya jauh di arah timur dari gunung srandil itu.
Biksu ini kemudian mencari keberadaan tempat ini. Setelah berjalan ke arah timur akhirnya sampailah pada tempat yang ia cari, di sebuah bukit bercahaya itu. Biksu itu lalu menaiki bukit tersebut dan melakukan “Tapak Brata” duduk di sebuah batu “Kemloso” (Batu datar terhampar). Bukit ini kemudian diberina nama “Gumuk Lintang” yang berarti gunung kecil yang bercahaya seperti bintang. Di kemudian hari gumuk itu dinamai Gunung Tidar.
Biksu Inana Badra tinggal dan mesanggrah di gumuk lintang tersebut, terkadang ia juga mesanggrah di Bukit Balak dekat Gunung Merbabu. Ia bertapa hingga “Moksha”, menghilang lenyap bersama raganya, lalu ia hidup di alam yang tak nampak dan .menjadi Ratuning Dahnyang di Tanah Jawa. Biksu Inana Badra yang hidup di alam kamoksan ini kemudian hari disebut dengan nama Semar atau Semar Bodroyono.